Friday, September 02, 2005

Bermimpi

Wah enak sekali yah menjadi koran, dipagi hari yang pertama kali dipegang, sambil minum kopi dipegangi terus “ kata seorang istri pada dirinya sendiri, melihat suaminya asyik membaca koran pagi.
“Enak apa, Anda tidak mengetahui apa yang mereka lakukan terhadapku sebelum sampai dimeja makan ini “ keluh si Koran.
“Berminggu-minggu aku ditumpuk-tumpuk digudang yang gelap dipelabuhan. Sebelumnya berminggu-minggu didalam palkah kapal barang saling tindih bertindih” kata si Koran melanjutkan.

Eemh, serious sekali wajah suamiku memandang koran didepannya. Diselangi dengan senyum simpul ” kata si istri sambil menarik nafas dalam-dalam.
“ Nah, dengar baik-baik, dari gudang aku diseretnya keatas truck, lantas dibelitnya aku dengan rantai. Lihatlah sampai berbekas, terpaksa lembaran pertama menjadi sampah karena tak pantas untuk menjadi halaman koran, walaupun untuk halaman advertensi 'help wanted' sekalipun” kata si Koran dengan geramnya.
“ Tidakkah Nyonya tahu bahwa aku dikulitinya helai per helai kemudian diperasnya melalui mesin penggiling. Disitu seluruh badanku dicoreti dengan tinta hitam, ada kalanya dengan tinta merah atau biru.” kata si Koran dengan nada tegang.
“Itu belum selesai, dipotong-potongnya aku menjadi halaman-halaman. Lantas disusunnya satu persatu, bagian per bagian.” keluh si Koran dengan nada jengkel.

Aduh, dia membolik balik halamannyapun dengan rasa penuh kasih sayang” kata sang istri bangga.
“ Sudah tentu seharusnya begitu. Aku memang berhak untuk mendapat perlakuan seperti itu. Bagaimana tidak, setelah disusun-susun, aku diikat dengan tali, keras sekali. Bagian yang paling luar malah robek, pastilah akan duduk dirak di Newstand sampai yang terkahir, sebelum dibeli orang. Ada kalanya tak sampai diatas meja makan, sebahagian sudah masuk di tong sampah. Padahal koran hari ini, baru dicetak tadi malam. Sore hari sudah menjadi sampah. Jadi wajarlah kalau yang beruntung sampai dimeja makan mendapat pelayanan yang sedikit istimewa.” komentar si Koran tak habis-habisnya.
“ Masih juga merasa iri hati dengan aku diperlakukan begini istimewanya ?” tanya si Koran.
“ Coba pikirkan, waktuku hanya paling lama satu hari disenangi orang, dipegang, dielus-elus setiap lebar halamanku, setelah itu menjadi sampah” kata si Koran melanjutkan keluh kesahnya.
“ Agak beruntung kalau aku dinegara ketiga, masih ada harga diriku. Paling tidak laku dijual kiloan oleh Nyonya rumah. Kalau jatuh dipasar masih diperlakukan istimewa sebagai pembungkus apa yang dijualnya. Lebih-lebih kalau aku jatuh ditangan orang miskin pencari puntung rokok. Aku mendapat perlakuan lebih istimewa lagi, aku dipajangnya diseluruh dinding gubuknya. Setiap dia pulang, diejanya kalimat kalimat “Head Lines”ku, aku sungguh merasa bersyukur dapat menjadi guru simiskin yang baru melek huruf” ujarnya dengan rasa bangga.

Oh, sudah selesai rupanya suamiku membaca korannya. Sekarang dengan rapihnya dilipat-lpat seperti semula. Sungguh kelihatan dia itu penuh dengan kasih sayang “ kata si Istri kesenangan.
“ Tunggu dulu Nyonya, aku belum selesai dengan ceriteraku. Masih ingin mengetahui apa nasibku setelah menjadi barang loakan ?” tanya si Koran.
Tanpa mendapat jawaban si Koran terus berrkata lagi:” Apa sudah merasakan kalau aku dijual oleh tukang loak dan dibeli oleh penjual ikan ?” kata si Koran.
“Aku dibuatnya untuk membungkus ikan-ikan yang anyir itu. Itu belum seberapa, kalau jatuh dirumah miskin dinegara yang ada empat musim lebih sengasara lagi, aku digunting- guntingnya menjadi empat persegi sebesar telapak tangan dan disimpannya dikamar mandi dekat tempat buang air besar, dekat WC!!. Nyonyah tahu apa terjadi dengan guntingan-guntingan kertas koran itu ?” teriak si Koran dengan geramnya.
“Yang lebih parah lagi, di Cina Selatan atau di Vietnam, setelah digunting-gunting aku dibawanya jalan-jalan kekebon, setelah selesai dipakainya, aku dikuburnya didalam tanah dengan apa yang dibuangnya. Bayangkan dikubur bersama dengan segala apa isi perutnya! Masih juga Nyonyah merasa ingin menjadi koran seperti aku ???” ucapnya pula.

Seperti tersentak dari lamunannya, si istri sambil melirik kepada suaminya berkata dalam hatinya :” Aku merasa beruntung menjadi istrinya, koran hanya dipegangnya sekali sehari, tapi aku tahu bahwa aku ada dihatinya selamanya
Dengan suara halus si istri berkata: “ Mas, kopinya sudah habis, apa mau diisi lagi ?”
Ah sudah cukup untuk pagi ini Jeng. Kopi merk apa yah, kho kopinya enak sekali hari ini. Atau, tadi waktu membikinnya penuh dengan Tender Loving Care barangkali yah.” sahut suaminya sambil bersenyum manis, menggoda.
Oh, Si Mas ..bisa aja …ah” sambut si istri dengan riangnya dan terlihat pipinya agak kemerah-merahan. Dengan cepat diambil .cangkir kopi dan dibawanya ke dapur.
Didapur, tak sadar si istri menyanyikan nyanyian si Louis Amstrong……What a Wonderful World…….
Si Koran berkata perlahan-perlahan:” Dasar manusia, yang dilihat dan diingini hanya yang enak-enaknya saja . Mau senang tak mau susah, mau gembira tak mau sedih, sudah dilebihkan_NYA masih juga tidak puas. Memang manusia itu tak tahu diuntung”


=====+++=====