Thursday, August 25, 2005

Masuk akalkah ?

Warning.


Kata “warning” ini selalu menempel diingatan saya. Sewaktu remaja saya sering disuruh oleh Ayah saya untuk membeli tembakau. Beliau suka merokok tembakau yang digulung sendiri. Dan salah satu kesukaannya ialah tembakau yang dibungkus dalam pembungkus warna biru. Ada tulisan diluar bungkusanya dalam warna hitam Bayangkan huruf hitam dicetak dalam kertas warna biru, susah sekali untuk membacanya. Ditambah pula dengan hurufnya yang kecil-kecil. Satu-satunya yang dicetak dengan huruf besar-besar ialah kata “warning” itu. Sehingga tembakau yang bungkusnya warna biru itu terkenal namanya tembakau warning.

Merk sebenarnya dari tembakau itu saya kurang tahu dengan pasti. Kalau tidak salah disebutnya tembakau shag atau tembakau shack, apakah buatan Belanda atau Inggris kurang tahu betul. Dibawah kata warning dengan huruf besar itu ada kata-kata lainnya. Kalau tidak salah kata-kata yang menyatakan “ Barang siapa yang meniru atau memakai kata anu dan memalsukannya akan dituntut dimuka hakim” kira-kira begitulah isi dari kalimat-kalimatnya. Baru setelah dewasa mengerti bahwa kata “warning” itu kata peringatan bukannya nama merk tembakau itu. Namun sudah terlanjur menjadi nama merk, terutama dikalangan pemakainya maupun penjualnya seperti penjual rokok di kaki lima.


Arti kata “warning” ini tentunya semua maklum apa maksudnya. Namun kita sebagai manusia sering sekali melupakan atau menyesepelekan dalam mengartikan kata “warning” ini. Tidak disadari bahwa “warning” yang datang dalam segala bentuk dan jalannya sampai kepada kita itu sebetulnya adalah demi untuk kebaikan diri kita sendiri.

Contohnya yang paling gampang dan sering kita jumpai. Kalau celana sudah kekecilan pinggangnya, “ warning” ini kita artikan bahwa sudah waktunya untuk membeli celana baru yang lebih besar ukurannya. Kita beli celana baru, selesai perkaranya. Tetapi pernahkan kita mengartikan “warning” itu adalah bahwa celana kekecilan pinggangnya itu menandakan sudah waktunya kita untuk “slow down” apa-apa yang kita makan. Atau mulai mencari tahu kira-kiranya makanan apa yang harus dikurangi.
Dan juga “warning” bisa diartikan bahwa badan kita berteriak bahwa “kamu terlalu banyak makan makanan yang mengandung lemak” atau “ kurangi makanan yang banyak gulanya “ atau “ coba diperbanyak makan sayuran segar !!” Apakah kita pernah berpikir begitu ??

Contoh lainnya.
Kalau kita membaca dan mata mulai mengeluarkan air mata. Dengan segera kita berpikir “ah ini kurang terang” Kita ganti lampu dari 75 watts menjadi 100 watts upamanya. Dan kita kembali membaca. Mungkin “warning” ini sebetulnya memberi peringatan kepada kita bahwa sudah waktunya untuk datang berkunjung ke dokter mata. Mungkin sudah waktunya mengganti lens kaca mata kita. Atau ada tanda-tanda bahwa tekanan pada bola mata menjadi naik, sehingga keluar air mata.. Hanya seseorang yang mempunyai proffesi dibidang itu yang dapat memberikan saran yang benar.

Contoh lain.
Setiap gajihan, setelah membayar semua tagihan kok tidak ada sisa uang untuk ditabung. Pikiran kita dengan segera mengambil kesimpulan bahwa perlu mencari pekerjaan lain dengan bayaran yang lebih tinggi. Atau mencoba meminta naik gajih. Pernahkah ada pikiran bahwa mungkin ini karena saya boros ?? Atau terlalu banyak pengeluaran yang seharusnya tidak perlu. Atau mungkin harus mulai mencari jalan untuk menurunkan pengeluaran ?? Apa betul-betul diperlukan mempunyai SUV 8 Cylinders yang membakar 1 gallon bensin untuk 14 miles ?? Padahal yang mengendarai hanya Anda dan istri saja ?? Kalau kendaraan Anda itu dipakai untuk ketempat pekerjaan, apakah lebih ekonomis memakai kendaraan yang 4 cylinders yang membakar 1 gallon untuk 30 miles ? Mengingat harga bensin dewasa ini, dan kemungkinannya akan naik kalau ada perang ? Mungkin dengan mengganti dari mobil lux ke mobil ekonomis dapat menghemat ongkos asuransi ?? Apakah “life styles” sekarang ini lebih penting daripada menabung untuk keperluan dihari tua ???
.
Dan banyak lagi “warning” lainnya yang kita salah mengartikannya. Apakah pernah terpikirkan adanya pepatah “Bersedia payung sebelum hujan “ kaitannya dengan kehidupan sehari-hari ??

Kalau kita minum air es atau air dingin, begitu air masuk dimulut terasa nyeri disalah satu gigi. Apa yang kita perbuat? Stop minum air es ganti dengan air teh panas atau air teh hangat. Memang tidak terasa sakit lagi. Kita sepelekan “warning” itu. Beberapa bulan kemudian lubang digigi membesar masuk makanan kena infeksi. Perlu dicabut, terpaksa berkunjungke Dokter gigi. Kalau semua dalam keadaan baik dan gigi hanya perlu dicabut, sukurlah. Bagaimana kalau lebih parah lagi, perlu dioperasi root canal umpamanya ? Selain sakitnya luar biasa, ongkosnyapun melambung pula. Karena apa karena salah mengartikan dari “warning” itu.

Kepala terasa sakit kemudian pundakpun terasa tegang. Ambil jalan gampang, minum Advil atau Anacin. Mungkinkah “warning” itu menandakan bahwa Anda stress dipekerjaan atau keadaan dirumah yang menjadi sebabnya ? Apakah lebih baik dalam jangka panjang untuk menyelesaikan persoalan itu, sebaik-baiknya dicarikan jalan keluar daripada menelan Anacin atau Advil ?? Tentunya kalau Anda mengartikan yang sebetulnya “warning” yang diterima itu.

Apa pernah pula terpikirkan bahwa sekolah tinggi-tinggi, dan belajar menyelami Agama sedalam-dalamnya itu, adalah dalam rangka untuk mempersiapkan diri dalam mengartikan arti yang sebenarnya dari “warning” yang kita terima selama hidup ini?
Serta mengerti dengan pasti dari mana datangnya “ warning” ini ? Juga agar kita dapat mengerti apakah ini betul-betul “warning” yang sebenarnya atau yang palsu ?“
Atau dengan kata lain, berusaha lebih dalam mengasah kepekaan akan tanda “warning” ini yang diterima oleh badan maupun pancaindera kita.
Coba pikirkan dalam-dalam.

Monday, August 08, 2005

Waktu itu adalah uang.



Begitulah peribahasa disini. Waktu itu adalah uang. Memang peribahasa ini betul-betul merupakan sebahagian dari kehidupan penduduk kota Metropolitan NYC ini.
Coba Anda perhatikan kalau Anda berjalan-jalan di Midtown Manhattan atau di Wall Street Area di Downtown. Manusia yang berjalan bergegas-gegas, wanita dan priya tidak ada perbedaannya. Hampir semua yang berjalan kaki, apakah yang berjalan menenteng briefcase atau shopping bags, mereka berjalan-jalan seperti serdadu. Apa berjalan bergegas ini karena kebelet kencing karena udara dingin, atau merasa kedinginan barangkali.

Tapi dimusim panas pun mereka itu tetap berjalan bergegas-gegas. Tentunya lain halnya dengan turis-turis. Anda dapat menebaknya dengan segera mana yang turis mana yang bukan. Turis-turis kalau berjalannya menadahkan mukanya keatas, terpesona dengan gedung-gedung yang tinggi. Kecuali turis asal Jawa, terutama yang dari Solo. Dapat segera terlihat bahwa mereka itu turis Indonesia asal Solo. Tahunya, ….ialah dari cara mereka berjalan kaki itu, kelihatan mereka itu berjalanya dengan emat-ematan, menikmati apa yang sekelilingnya juga menikmati cara mereka berjalan.

Rupanya sebagai akibat dari peribahasa ini, yaitu serba bergegas, bermunculanlah segala macam Food Vendors dipinggir jalan di Manhattan, terutama di Midtown dan Downtown
Penjual hot dog, shishkebab (sate yang kerat dagingnya sebesar kepalan tangan bayi),
falalel (makanan TimTeng), Tacos (makanan Mexico) malah ada goreng ayam dengan nasi. Juga akhir-akhir ini banyak yang memasang tanda dengan tulisan “halal meat”. Dapat dimengerti karena sebahagaian besar penjaja makanan dipinggir jalan ini adalah asal dari Mesir. Ada penjaja hot dog di Canal Street dekat Chinatown asal dari tanah air, mungkin dia satu-satunya Food Vendors asal Melayu. Juga banyak langgananya adalah supir-supir taxi asal Bangladesh. Hanya food vendors yang berjualan kari kambing belum ada, tetapi mengingat jumlahnya para pendatang dari India, Pakistan dan Bangladesh, mungkin suatu hari akan menemukan yang berjualan kari kambing ini.

Nah arti dari time is money ini sering diartikan dan dipraktekan dengan sebenarnya, seperti contoh dibawah ini.
Suatu hari saya melihat Bung Bego masuk kedalam mobilnya yang diparkir dipinggir jalan. Setelah mobilnya distarter dan mesin sudah jalan, tetapi tidak bergerak dari tempatnya,. Lima menit sudah lewat, sepuluh menit sudah lewat masih juga tetap ditempat. Karena khawatir mungkin memerlukan bantuan, saya datang menghampiri dan bertanya , :”Mas, apa khabar Mas. Kok dari tadi tidak berangkat-berangkat, ada apa dengan mobilnya perlu bantuan ?”
Dia menjawab” Oh, tidak apa-apa dengan mobil saya. Saya tidak pergi dari sini karena mau menghabiskan waktu. Itu di meterannya masih ada 15 menit lagi !”
“Oh, begitu saya kira mobilnya mogok “ saya menyahutinya. Nah ini namanya betul-betul sudah Americanized, well tidak dapat disalahkan rupanya Bung Bego…likes to have his money worth !!

Kejadian lain, seperti biasanya didepan Supermarket itu ada mainan anak-anak , berupa mobil-mobilan atau Disney characters. Setelah anak didudukan didalamnya, kemudian memasukkan uang logam 25 sen dan mobil-mobilan atau yang berupa Disney characters bergoyang-goyang disertai dengan lagu anak-anak. Mungkin untuk 5 menit 7 menit lamanya. Pada suatu hari saya melihat didepan Supermarket itu, didalam mobil-mobilan duduk seorang Ibu.
Saya bertanya :” Lho, Bu kok sendirian mana anaknya ?” saya bertanya.
Dia menjawab:” Itu sama Bapaknya lagi dipangku, rupanya dia ketakutan waktu didudukan disini malah menangis kejer.”
Kemudian saya berkata:” Oh jadi Ibu menggantikan anaknya “
Dia menjawab:” Iya, habis masih banyak waktunya, sayang khan kalau tidak dimanfaatkan”

Suatu contoh lagi….I want my money worth !!!
Suatu contoh,…time is money…..semenit dua menit ada artinya..apalagi kalau seperempat jam !!
Jadi kalau Anda betul-betul…you want your money worth, coba naik Subway boleh seharian ke Brooklyn ke Bronx asal jangan keluar dari station seharian dapat menikmati seharga $ 2.00, harga dari karcisnya.. Di musim dingin tak akan kedinginan, semua gerbong ada alat pemanasnya. Demikian juga di musim panas, semua gerbong ada A/C-nya.
Ini hanya dapat terjadi di NYC, apalagi yang menceriterakannya MangSi..he…he…he.!


MangSi


Thursday, August 04, 2005

Hadiah istimewa ulang tahunku



“ Ayah, hadiah apa yang Ayah inginkan dihari Ulang Tahun yang akan datang ini?” tanya anak perempuanku yang paling kecil.
“ Nanti dulu, sayang, itu adalah kalimat yang selalu datang dari Ayah selama bertahun-tahun ini kepadamu” sahutku berkelakar.
“Ya, saya tahu, tetapi mulai tahun ini, saya yang akan mengucapkannya setiap akhir bulan Maret kepada Ayah” ucapnya dengan tegas dan penuh kepercayaan.
Nampak sinar matanya cemerlang tanda suka hati, juga tanda bahwa kata-kata itu datang dari lubuk hatinya yang masih bersih itu. Kukerlingkan mataku kemuka Ibunya yang duduk disebelahku.Terlihat matanya mulai berkaca-kaca. Yang tak lama kemudian kulihat dia meneteskan sebutir air mata, membasahi pipinya yang kuning langsat.
Aku lanjutkan percakapanku dengan anakku:” Dengan alasan apa bahwa Ayah tidak dapat lagi mengucapkan kalimat itu” tanyaku padanya..
Dengan sekuat tenaga aku perlihatkan muka seolah-olah seperti tidak mengerti. Padahal, air mataku sudah sampai dipinggiran bola mataku.
“ Well, saya sudah mendapat penghasilan dari pekerjaan sambilan untuk biayaku sehari-hari.”, ujarnya polos.
Sambil memainkan rambut diujung kepangnya, dia lanjutkan dengan tersendat-sendat. “Saya sudah mendapat scholarship dari sekolah. Untuk tahun-tahun yang akan datang” ujarnya. Kemudian dia menghela nafas dan melanjutkan percakapan kami itu. Istriku yang duduk disampingku kelihatannya seperti cacing kepanasan, duduk dengan seba salah.
“ Ayah dan Ibu tak usah khawatir mencari uang untuk membayar uang kuliahku” ujarnya dengan penuh kebanggaan akan dirinya. Istriku membalikkan badannya, mengulurkan tangan mencari kotak Kleenex,mencabutnya beberapa helai dan dipakainya utuk membersihkan hidungnya.
“ Saya pikir sudah waktunya Ayah dan Ibu untuk bersenang-senang., jalan-jalan ke Disney World” ujarnya sambil tersenyum.. Percakapan kami terhenti sebentar, menunggu truk PemadamKebakaran lewat dengan suara sirine yang memekakkan telinga. Kemudian dia melanjutkan nya dengan suara terdengar agak perlahan.
“Satu hal lagi, bukankah sudah waktunya untuk Ayah berhenti bekerja untuk pensiun” ucapnya dengan nada serius.
Dia terhenti sebentar, rupanya sedang mencari kata-kata yang pantas. Seolah-olah takut kata-katanya akan menyinggung hatiku, dengan suara halus dia meneruskan percakapannya.
“ Bekerja 12 jam lebih sehari, 6 hari seminggu. Apakah Ayah tidak merasa bosan dan kesal seharian menjadi bagian dari lalu lintas kota NYC yang terkenal paling parah sedunia ?” ucapnya pula.


Terlihat raut mukanya agak cemas, karena sekarang dia mulai menyinggung pekerjaanku, yang dia tahu betul bahwa aku senang akan pekerjaanku ini
Aku melirik kesebelahku dimana istrku duduk mendengarkan percakapan kami berdua.. Kulihat mata istriku mulai basah,dan mulutnya mulai komat-kamit tak bersuara menahan untuk tidak menangis. Dengan cepat istriku berdiri dan berkata :” Aduh, mau kekamar mandi dulu, sudah tidak tahan lagi menahan dari tadi”
Aku sudah menduga terlebih dahulu, dia sudah tidak kuat menahan air matanya. Sebetulnya demikian juga dengan aku, namun rasa ingin tahu apa yang anakku akan katakan selanjutnya membuatku tetap duduk dan menghadapinya. Aku berusaha keras dengan memusatkan pikiranku akan jalannya percakapan ini.
” Dengan keadaan Ayah seperti sekarang ini, sebagai akibat dari tabrakan itu, bukankah itu sudah menunjukkan waktunya untuk pensiun?” tanyanya betul-betul polos.
“ Iya, memang sudah ada dalam pikiranku untuk berhenti bekerja dan pensiun. Tetapi bukannya sekarang, rencananya 2 tahun lagi menunggu cukup umur untuk mendapatkan Social Security Benefit” jawabku.
Biasanya berbicara seperti ini bukan dengan anakku, biasanya dengan istriku atau teman-temanku. Dan sekarang, dia menjadi kawan pembicaraan memperbincangkan soal pensiun pula ?? Tersentak aku, anakku ini sudah bukan “daddy’s little girl” lagi, sekarang sudah menjadi full grown woman. Dan dalam umur yang masih muda begini sudah mempunyai pemikiran yang panjang serta turut memikirkan kesejahteraan orang lain. Hilanglah rasa sedih, air mata yang membendung menekan bola mata mengering dengan sekejap. Rasa sedih berganti dengan rasa malu, seumur dia begitu aku masih senang bermain-main. Naik motor keliling kota, patroli mencari rumah yang ada penghuninya nona manis. Begitu melihat ada noninya, segera motor kumatikan dan bertanya menanyakan rumah Bapak Anu, dsb dsbnya. Kedua kali datang dirumahya kami pergi berkencan. Malu hati !
“ Jadi Ayah mau apa sebagai hadiah ulang tahunnya?” tanyanya lagi. Membuat aku tersentak dari lamunanku.
“ Ayah akan pikir-pikir dahulu beberapa hari ini, bolehkah sayang ?” jawabku.
“ Begini saja Ayah, karena sekarang Ayah tidak dapat keluar rumah dan lebih sering duduk didepan computer, bagaimana sebagai hadiah tahun ini saya upgrade hard disk-nya dan RAM, supaya computernya jalan lebih cepat lagi” ujarnya dengan nada tegas, seolah-olah dia telah menerka dengan jitu apa yang ada dalam pikiran ku.
“ Iyalah, kalau itu Ayah terima hadiahnya dengan gembira. Dan terima kasih atas hadiahmu itu “ ujarku dengan rasa malu-malu kucing.
Walaupun anakku ini sudah boleh dikatakan full grown woman, tetapi dimataku masih juga terlihat sebagai anak kecil. Tidak habis pikir karenanya, bagaimana dia dapat menerka yang ada dalam benakku selama berminggu –minggu terakhir ini.??

Rupanya tidak sia-sia aku mendidiknya selama duapuluh tahun. Ternyata sekarang telah menjadi seorang wanita yang betul-betul menaruh rasa kepedulian terhadap kesejahteraan seseorang selain dirinya sendiri. Aku mengucapkan syukur keHadirat Tuhan Yang Maha Esa, bahwa saya telah diberi bimbingan dalam mendidik anak ini. Seperti didalam hadis Nabi SAW, hanya doa anak yang saleh yang akan sampai kelak bila aku sudah tiada. Dua yang lainnya, Ilmu bagi kesejahteraan manusia dan Amal Ibadah , dalam dua hal ini aku tak dapat mengandalkannya. Mengingat pendidikanku, apa yang diharap dari yang “drop out”. Amal Ibadah, kelakuan istilah jaman doeloe “cross boy”, apa pula yang diharapkan. Well, one out of three, is not bad. Not bad at all. Malah saya bersyukur kehadirat Allah SWT karenanya, banyak orang yang satu inipun tidak dipunyai.nya.
Betul juga orang sini bilang……”God works mysteriously”……..

Mangsi

Mangsi mendongeng.

Mendongeng hal-hal kejadian sehari-hari dipengembaraan di negara Paman Sam

Monday, August 01, 2005

Hujan Salju

Weather forecast, hujan salju diperkirakan akan turun salju di daerah Metripolitan Area sampai ketinggian 20 inci. Begitu menurut siaran TV sebelum masuk tempat tidur semalam. Esok harinya, mulai subuh salju turun tak henti-hentinya. Jalanan penuh dengan tumpukan salju. Demikian juga halaman rumah. Mobil-mobil yang diparkir dijalanan maupun didepan halaman rumah tertutup salju. Terutama yang diparkir dipinggir jalana, selain tertutup oleh salju yang turun juga dibahagian pinggirnya tertumpuk onggokan salju yang terdorong “wuluku” yang dipasang didepan truck pembersih jalanan. Mencoba untuk mengeluarkan mobil dari onggokan salju akan memerlukan waktu yang cukup lama. Disamping memerlukan sekop juga pinggang atau bebokong harus cukup kuat ditambah pakaian yang tebal dan sarung tangan yang kadang-kadang bukannya membantu malah menghalangi ruang gerak. Kalau untuk kita-kita yang sudah berumur ini menyengkup salju begini betul-betul secara arti yang sebenarnya harus “pasrah bongkokan”.
Salju tersengkup bersih, pinggang betul-betul “pasrah ” sama Ben Gay, Sloan atau Salon Pas atas kemujarabannya menolong meringankan rasa pegel-pegel atau rasa sakit.

Pada waktu pertama kali pindah kedaerah ini, saya kira bahwa daerah ini tempat tinggal orang yang banyak duitnya. Saya mendapat kesimpulan itu melihat bahwa hampir setiap rumah, halaman depan rumahnya diparkir satu mobil. Padahal semua rumah-rumah ini dibangun lengkap dengan garasi. Pasti orang-orang disini mempunyai 2 mobil, satu diparkir didalam garasi dan yang satu lagi diparkir dihalaman depan.. Ternyata tidak betul, ruangan garasi itu disulap menjadi ruangan rekreasi atau dipakai sebagai gudang. Malah ada yang ditambahkan mini kitchenette dan kamar mandi, kemudian disewakan, Lumayan sebagai tambahan untuk membayar listrik dan air. Tetapi kalau dilihat dari luar, seolah-olah garasi, Karena pintu garasinya tidak dirobah. Katanya menyewakan garasi sebagai tempat tinggal adalah melanggar peraturan. Jadi tidak digantinya pintu garasi merupakan siasat untuk mengelabui bahwa tidak ada kamar dibelakang pintu garasi itu.

Kebanyakkannya penduduk dimana saya tinggal ini adalah imigran yang datang dari Carribean, terutama dari Pulau-pulau jajahan Inggris dan Guyana. Boleh dikatakan 95% berasal dari India pada waktu dijajah Inggris. Jadi sebelum dipisahkan antara India dan Pakistan. Karena bahasa utama mereka itu bahasa Inggris, cepat sekali mereka membaur dengan penduduk yang sudah menjadi warganegara AS. Terutama penduduk orang hitam. Memang kalau dilihat sekali pandang, tidak ada perbedaan yang menyolok dilihat dari warna kulit, bahasa Inggrisnya yang beraksen dan cara mereka berpakaian. Juga dalam segi kepemilikan mobil, mobil tahun terakhir dan dari merk-merk yang terkenal lux-nya, penuh dengan chrome dan berbagai macam gantungan yang berwarna-warni menggantung dibawah kaca spionnya. Tidak lupa pula klaksonnya yang nyaring dan berlagu-lagu.

Satu hal lagi keistimewaannya daerah dimana saya tinggal sekarang ini ialah bila musim panas tiba. Dari jam 6 sore, setelah mereka pulang dari pekerjaannya, musik semacam dangdut dengan penyanyi wanita bersuara meleking nada tinggi tak ada habis-habisnya sampai jauh malam. Rupanya merupakan suatu kebiasaan dinegara asalnya, berdendang mendengarkan musik, menari dan minum-minum bir atau rum, diluar rumah. Anehnya, kata-kata dalam nyanyian itu dipakai bahasa Urdu atau Hindi dan mereka fasih menirukan kata-katanya, Tetapi kalau ditanyakan apa artinya mereka tidak tahu. Karena bahasa sehari-hari yang dipakai adalah bahasa Inggris. Ini hanya menunjukkan bahwa mereka sewaktu pindah dari India ke Carribean dan Guyana, tak lupa pula dibawa ‘kebudayaanya” juga. Dan mereka pelihara turun temurun, bukan saja diantara orang-orang yang sudah berumur malah anak-anak mudanyapun masih mendengarkan dan mengikuti nyanyian-nyanyian warisan nenek moyangnya.

Dalam hal ini, kita sebagai orang Indonesia jauh ketinggalan dalam hal memelihara kebudayaan sendiri diperantauan ini. Kebanyakan dari kita sudah melupakannya disebabkan karena tidak ada jalan yang diciptakan oleh kita-kita para sesepuh dalam memupuk keinginan untuk mengenal budaya sendiri. Saya melihat di Astoria , Queens. Para imigran dari Bangladesh boleh dikatakan merupakan pendatang baru. Mereka berusaha agar “ciri-ciri” ke-Bangladesh-annya menonjol. Semua grocery stores yang dimiliki orang-orang dari Bangladesh menyediakan “halal meat” dan lagu-lagu serta majalah dan surat kabar dalam bahasa mereka. Malah saya melihat sebuah warung dirobah menjadi suatu tempat mengajar tari-tarian asal Bangladesh.. Jauh halnya dari Lincoln Center atau Carnegie Hall, tetapi nama papan “Bangladesh Performing Arts Center” didepan bekas toko grocery stores cukup mengesankan. Bukannya gedung yang megah tetapi keberadaanya diantara bangsanya sendiri di perantauan yang serba asing ini, membuat suatu kesan yang sungguh-sungguh berarti dan patut dipuji.



MangSi