Thursday, August 25, 2005

Masuk akalkah ?

Warning.


Kata “warning” ini selalu menempel diingatan saya. Sewaktu remaja saya sering disuruh oleh Ayah saya untuk membeli tembakau. Beliau suka merokok tembakau yang digulung sendiri. Dan salah satu kesukaannya ialah tembakau yang dibungkus dalam pembungkus warna biru. Ada tulisan diluar bungkusanya dalam warna hitam Bayangkan huruf hitam dicetak dalam kertas warna biru, susah sekali untuk membacanya. Ditambah pula dengan hurufnya yang kecil-kecil. Satu-satunya yang dicetak dengan huruf besar-besar ialah kata “warning” itu. Sehingga tembakau yang bungkusnya warna biru itu terkenal namanya tembakau warning.

Merk sebenarnya dari tembakau itu saya kurang tahu dengan pasti. Kalau tidak salah disebutnya tembakau shag atau tembakau shack, apakah buatan Belanda atau Inggris kurang tahu betul. Dibawah kata warning dengan huruf besar itu ada kata-kata lainnya. Kalau tidak salah kata-kata yang menyatakan “ Barang siapa yang meniru atau memakai kata anu dan memalsukannya akan dituntut dimuka hakim” kira-kira begitulah isi dari kalimat-kalimatnya. Baru setelah dewasa mengerti bahwa kata “warning” itu kata peringatan bukannya nama merk tembakau itu. Namun sudah terlanjur menjadi nama merk, terutama dikalangan pemakainya maupun penjualnya seperti penjual rokok di kaki lima.


Arti kata “warning” ini tentunya semua maklum apa maksudnya. Namun kita sebagai manusia sering sekali melupakan atau menyesepelekan dalam mengartikan kata “warning” ini. Tidak disadari bahwa “warning” yang datang dalam segala bentuk dan jalannya sampai kepada kita itu sebetulnya adalah demi untuk kebaikan diri kita sendiri.

Contohnya yang paling gampang dan sering kita jumpai. Kalau celana sudah kekecilan pinggangnya, “ warning” ini kita artikan bahwa sudah waktunya untuk membeli celana baru yang lebih besar ukurannya. Kita beli celana baru, selesai perkaranya. Tetapi pernahkan kita mengartikan “warning” itu adalah bahwa celana kekecilan pinggangnya itu menandakan sudah waktunya kita untuk “slow down” apa-apa yang kita makan. Atau mulai mencari tahu kira-kiranya makanan apa yang harus dikurangi.
Dan juga “warning” bisa diartikan bahwa badan kita berteriak bahwa “kamu terlalu banyak makan makanan yang mengandung lemak” atau “ kurangi makanan yang banyak gulanya “ atau “ coba diperbanyak makan sayuran segar !!” Apakah kita pernah berpikir begitu ??

Contoh lainnya.
Kalau kita membaca dan mata mulai mengeluarkan air mata. Dengan segera kita berpikir “ah ini kurang terang” Kita ganti lampu dari 75 watts menjadi 100 watts upamanya. Dan kita kembali membaca. Mungkin “warning” ini sebetulnya memberi peringatan kepada kita bahwa sudah waktunya untuk datang berkunjung ke dokter mata. Mungkin sudah waktunya mengganti lens kaca mata kita. Atau ada tanda-tanda bahwa tekanan pada bola mata menjadi naik, sehingga keluar air mata.. Hanya seseorang yang mempunyai proffesi dibidang itu yang dapat memberikan saran yang benar.

Contoh lain.
Setiap gajihan, setelah membayar semua tagihan kok tidak ada sisa uang untuk ditabung. Pikiran kita dengan segera mengambil kesimpulan bahwa perlu mencari pekerjaan lain dengan bayaran yang lebih tinggi. Atau mencoba meminta naik gajih. Pernahkah ada pikiran bahwa mungkin ini karena saya boros ?? Atau terlalu banyak pengeluaran yang seharusnya tidak perlu. Atau mungkin harus mulai mencari jalan untuk menurunkan pengeluaran ?? Apa betul-betul diperlukan mempunyai SUV 8 Cylinders yang membakar 1 gallon bensin untuk 14 miles ?? Padahal yang mengendarai hanya Anda dan istri saja ?? Kalau kendaraan Anda itu dipakai untuk ketempat pekerjaan, apakah lebih ekonomis memakai kendaraan yang 4 cylinders yang membakar 1 gallon untuk 30 miles ? Mengingat harga bensin dewasa ini, dan kemungkinannya akan naik kalau ada perang ? Mungkin dengan mengganti dari mobil lux ke mobil ekonomis dapat menghemat ongkos asuransi ?? Apakah “life styles” sekarang ini lebih penting daripada menabung untuk keperluan dihari tua ???
.
Dan banyak lagi “warning” lainnya yang kita salah mengartikannya. Apakah pernah terpikirkan adanya pepatah “Bersedia payung sebelum hujan “ kaitannya dengan kehidupan sehari-hari ??

Kalau kita minum air es atau air dingin, begitu air masuk dimulut terasa nyeri disalah satu gigi. Apa yang kita perbuat? Stop minum air es ganti dengan air teh panas atau air teh hangat. Memang tidak terasa sakit lagi. Kita sepelekan “warning” itu. Beberapa bulan kemudian lubang digigi membesar masuk makanan kena infeksi. Perlu dicabut, terpaksa berkunjungke Dokter gigi. Kalau semua dalam keadaan baik dan gigi hanya perlu dicabut, sukurlah. Bagaimana kalau lebih parah lagi, perlu dioperasi root canal umpamanya ? Selain sakitnya luar biasa, ongkosnyapun melambung pula. Karena apa karena salah mengartikan dari “warning” itu.

Kepala terasa sakit kemudian pundakpun terasa tegang. Ambil jalan gampang, minum Advil atau Anacin. Mungkinkah “warning” itu menandakan bahwa Anda stress dipekerjaan atau keadaan dirumah yang menjadi sebabnya ? Apakah lebih baik dalam jangka panjang untuk menyelesaikan persoalan itu, sebaik-baiknya dicarikan jalan keluar daripada menelan Anacin atau Advil ?? Tentunya kalau Anda mengartikan yang sebetulnya “warning” yang diterima itu.

Apa pernah pula terpikirkan bahwa sekolah tinggi-tinggi, dan belajar menyelami Agama sedalam-dalamnya itu, adalah dalam rangka untuk mempersiapkan diri dalam mengartikan arti yang sebenarnya dari “warning” yang kita terima selama hidup ini?
Serta mengerti dengan pasti dari mana datangnya “ warning” ini ? Juga agar kita dapat mengerti apakah ini betul-betul “warning” yang sebenarnya atau yang palsu ?“
Atau dengan kata lain, berusaha lebih dalam mengasah kepekaan akan tanda “warning” ini yang diterima oleh badan maupun pancaindera kita.
Coba pikirkan dalam-dalam.

No comments: