Monday, August 01, 2005

Hujan Salju

Weather forecast, hujan salju diperkirakan akan turun salju di daerah Metripolitan Area sampai ketinggian 20 inci. Begitu menurut siaran TV sebelum masuk tempat tidur semalam. Esok harinya, mulai subuh salju turun tak henti-hentinya. Jalanan penuh dengan tumpukan salju. Demikian juga halaman rumah. Mobil-mobil yang diparkir dijalanan maupun didepan halaman rumah tertutup salju. Terutama yang diparkir dipinggir jalana, selain tertutup oleh salju yang turun juga dibahagian pinggirnya tertumpuk onggokan salju yang terdorong “wuluku” yang dipasang didepan truck pembersih jalanan. Mencoba untuk mengeluarkan mobil dari onggokan salju akan memerlukan waktu yang cukup lama. Disamping memerlukan sekop juga pinggang atau bebokong harus cukup kuat ditambah pakaian yang tebal dan sarung tangan yang kadang-kadang bukannya membantu malah menghalangi ruang gerak. Kalau untuk kita-kita yang sudah berumur ini menyengkup salju begini betul-betul secara arti yang sebenarnya harus “pasrah bongkokan”.
Salju tersengkup bersih, pinggang betul-betul “pasrah ” sama Ben Gay, Sloan atau Salon Pas atas kemujarabannya menolong meringankan rasa pegel-pegel atau rasa sakit.

Pada waktu pertama kali pindah kedaerah ini, saya kira bahwa daerah ini tempat tinggal orang yang banyak duitnya. Saya mendapat kesimpulan itu melihat bahwa hampir setiap rumah, halaman depan rumahnya diparkir satu mobil. Padahal semua rumah-rumah ini dibangun lengkap dengan garasi. Pasti orang-orang disini mempunyai 2 mobil, satu diparkir didalam garasi dan yang satu lagi diparkir dihalaman depan.. Ternyata tidak betul, ruangan garasi itu disulap menjadi ruangan rekreasi atau dipakai sebagai gudang. Malah ada yang ditambahkan mini kitchenette dan kamar mandi, kemudian disewakan, Lumayan sebagai tambahan untuk membayar listrik dan air. Tetapi kalau dilihat dari luar, seolah-olah garasi, Karena pintu garasinya tidak dirobah. Katanya menyewakan garasi sebagai tempat tinggal adalah melanggar peraturan. Jadi tidak digantinya pintu garasi merupakan siasat untuk mengelabui bahwa tidak ada kamar dibelakang pintu garasi itu.

Kebanyakkannya penduduk dimana saya tinggal ini adalah imigran yang datang dari Carribean, terutama dari Pulau-pulau jajahan Inggris dan Guyana. Boleh dikatakan 95% berasal dari India pada waktu dijajah Inggris. Jadi sebelum dipisahkan antara India dan Pakistan. Karena bahasa utama mereka itu bahasa Inggris, cepat sekali mereka membaur dengan penduduk yang sudah menjadi warganegara AS. Terutama penduduk orang hitam. Memang kalau dilihat sekali pandang, tidak ada perbedaan yang menyolok dilihat dari warna kulit, bahasa Inggrisnya yang beraksen dan cara mereka berpakaian. Juga dalam segi kepemilikan mobil, mobil tahun terakhir dan dari merk-merk yang terkenal lux-nya, penuh dengan chrome dan berbagai macam gantungan yang berwarna-warni menggantung dibawah kaca spionnya. Tidak lupa pula klaksonnya yang nyaring dan berlagu-lagu.

Satu hal lagi keistimewaannya daerah dimana saya tinggal sekarang ini ialah bila musim panas tiba. Dari jam 6 sore, setelah mereka pulang dari pekerjaannya, musik semacam dangdut dengan penyanyi wanita bersuara meleking nada tinggi tak ada habis-habisnya sampai jauh malam. Rupanya merupakan suatu kebiasaan dinegara asalnya, berdendang mendengarkan musik, menari dan minum-minum bir atau rum, diluar rumah. Anehnya, kata-kata dalam nyanyian itu dipakai bahasa Urdu atau Hindi dan mereka fasih menirukan kata-katanya, Tetapi kalau ditanyakan apa artinya mereka tidak tahu. Karena bahasa sehari-hari yang dipakai adalah bahasa Inggris. Ini hanya menunjukkan bahwa mereka sewaktu pindah dari India ke Carribean dan Guyana, tak lupa pula dibawa ‘kebudayaanya” juga. Dan mereka pelihara turun temurun, bukan saja diantara orang-orang yang sudah berumur malah anak-anak mudanyapun masih mendengarkan dan mengikuti nyanyian-nyanyian warisan nenek moyangnya.

Dalam hal ini, kita sebagai orang Indonesia jauh ketinggalan dalam hal memelihara kebudayaan sendiri diperantauan ini. Kebanyakan dari kita sudah melupakannya disebabkan karena tidak ada jalan yang diciptakan oleh kita-kita para sesepuh dalam memupuk keinginan untuk mengenal budaya sendiri. Saya melihat di Astoria , Queens. Para imigran dari Bangladesh boleh dikatakan merupakan pendatang baru. Mereka berusaha agar “ciri-ciri” ke-Bangladesh-annya menonjol. Semua grocery stores yang dimiliki orang-orang dari Bangladesh menyediakan “halal meat” dan lagu-lagu serta majalah dan surat kabar dalam bahasa mereka. Malah saya melihat sebuah warung dirobah menjadi suatu tempat mengajar tari-tarian asal Bangladesh.. Jauh halnya dari Lincoln Center atau Carnegie Hall, tetapi nama papan “Bangladesh Performing Arts Center” didepan bekas toko grocery stores cukup mengesankan. Bukannya gedung yang megah tetapi keberadaanya diantara bangsanya sendiri di perantauan yang serba asing ini, membuat suatu kesan yang sungguh-sungguh berarti dan patut dipuji.



MangSi

No comments: