Sebuah prosa diilhami oleh tulisan Ibunya Irfan.
Lho lyrics-nya kok lain??
Hari itu, Ibu Guru mengajak kelas untuk berusaha menggali kembali kebudayaan sendiri.
Dia mulai berceritera mengenai Gending, kemudian lagu-lagunya, mulai dari Maskumambang sampai Wirangrong. Ibu Guru menjelaskan maksud-maksud dari setiap lagu-lagu itu. Kemudian Ibu Guru memberi contoh dengan lyrics, serta menyanyikan lagu Mijil.
Sepulang dari sekolah, aku langsung menemui Ibuku yang sedang duduk diberanda belakang.
“ Ibuuu “ kataku setengah berteriak.
“Ada apa nak ?” Ibuku menjawab dengan suara lembah lembut.
“Aku protes, Bu “ sahutku.
“ Protes apa , nak “ beliau menjawab keheran-heranan.
“ Tadi dikelas, saya mendapat pelajaran menyanyi lagu Mijil” kataku.
Kemudian aku mendekat ketempat Ibuku duduk. Aku taruh tas sekolahku dilantai.
“Namun lyrics-nya tidak sama seperti yang Ibu jelaskan “ ujarku lagi.
Ibu tersenyum, kemudian Ibuku berdiri dari tempat duduknya. Membungkuk mengambil tas sekolahku. Kemudian berjalan menghampiriku dan menyerahkan tas sekolahku ditanganku.
“Oooh itu” kata beliau
“Nantilah Ibu terangkan, sekarang ganti pakain dahulu sudah itu makan” Ibuku melajutkan pembicaraanya.
“Tidak Ibu, saya tidak akan makan dahulu sebelum Ibu menjelaskannya” sahutku.
“Baiklah kalau begitu” beliau menjawab.
Ibuku kembali menuju ketempat duduknya, kemudian dia mengangkat kedua tangannya menyuruh aku datang kepadanya.
“ Baiklah, nak. duduklah dekat ku “ ujarnya pula.
Kemudian beliau melanjutkannya:” Kalau tidak salah ingat, Ibu pernah berbicara bahwa semua karya pujangga itu penuh dengan filsafah kehidupan sehari-hari.”
Beliau berhenti sebentar, kemudian menarik nafas. Rupanya sedang mengingat-ingat apa yang pernah beliau katakan kepadaku.
“ Mulai dari dalam kandungan Ibu sampai dengan liang kubur. “ beliau melajutkannya. Kemudian dia menatap wajahku, dan membetulkan rambutku yang mengurai kemuka.
“ Namun demikian, Nak, kehidupan itu bukan hanya prosesnya, tapi juga masalah kehidupan itu sendiri.”
Beliau kembali berhenti berbicara, kemudian merubah duduknya menghadap kepadaku dan menatap wajahku lagi.
“ Kehidupan dari satu tahap ke tahap berikutnya. Setiap insan mempunyai masalah yang berbeda” ucapnya.
“Nah setiap tahap itu, para pujangga tidak tertinggalkan dalam karyanya, maka lahirlah gending-gending itu “ ucapan Ibuku dengan nada yang sabar.
Kemudian beliau memindahkan tas sekolahku yang aku taruh diatas pangkuanku. Beliau mengasih aba-aba untuk lebih mendekat lagi kepadanya.
Kemudian beliau berkata:“ Dari gending-gending itu lahir lyrics seperti apa yang kamu katakan itu.”
Ibuku memberikan contoh-contoh seperti, lagu Pucung sebagai “tebakan”. Lagu Pucung yang lyrics-nya memberikan gambaran kehidupan. Seperti, Semar yang digambarkan sebagai Punakawan, tetapi nasehat-nasehatnya mengenai kehidupan itu tinggi dan dalam sekali.
Lagu Pucung sebagai nasehat atau pelajaran.
“ Dalam tahap-tahap itu,mengandung makna bahwa boleh memiliki ilmu setinggi mungkin.” Kata Ibuku. Beliau berhenti berbicara dan membereskan rambutnya yang terurai panjang.
“Namun harus mengamalkan ilmumu itu untuk kebahagiaan dirimu dan keluargamu” belaiu berkata dengan pandangan mata seolah-olah bertanya apa aku mengerti atau tidak akan penjelasan beliau itu.
“Dan ingatlah bahwa kita akan menghadap kapada-NYA dengan amalan kita masing-masing” ucap nya.
“ Nah itulah , nak, apa yang Ibumu masih ingat, bahwa para pujangga kita itu luhur-luhur.” Beliau berhenti sejenak dan kemudian melanjutkannya.
“Seperti pepatah, carilah ilmu walaupun ke negeri Cina. Tetapi sebenarnya disekeliling kita masih banyak ilmu yang terpendam, menunggu untuk digali “ selesai berkata begitu, Ibuku berdiri dari kursi dan memegang tanganku berjalan kedalam rumah. Aku masuk kekamarku untuk berganti pakaian. Ibuku langsung ke dapur menyediakan makanan. Dalam hatiku aku tetap bertanya, karena apa lyrics kok berbeda-beda, apa demikian juga dengan hidupku kelak akan berubah?
Dari dapur terdengar suara halus berirama, rupanya Ibuku menyanyikan apa yang diajarkan Nenekku kepadanya.
Lagu Maskumambang berkumandang
Dinyanyikan oleh dayang-dayang
Menghibur putri yang sedang mengandung
Agar jabang bayi lahir beruntung
Lagu Mijil dinyanyikan untuk sang Putri
Sewaktu melahirkan sang bayi
Sebagai hiburan mengalami nyeri
Yang diderita hanya oleh dirinya sendiri
Lagu Kinanti dilagukan karena cinta
Kepada bayi yang mulai mengenal dunia
Secara perlahan mengenali Ibu dan Bapa
Mengharap cinta kasih yang mesra dari berdua
Lagu Sinom dinyanyikan anak sudah muda belia
Membukakan mata akan kehidupan dunia yang nyata
Berkenalan dengan teman dan sanak saudara
Mempersiapkan diri mengarungi kehidupan didunia
Lagu Asmorandana dinaynyikan dikala anak menjadi dewasa
Memilih kawan hidup untuk selamanya
Didasarkan kasih sayang dan cinta mesra
Dalam menuju ke jenjang Rumah Tangga
Lagu Gambuh berkumandang diudara
Mengiringi keputusan untuk mempersunting sang dara
Dengan meminang pilihan hati dengan gembira
Sebagai pelambang kesucian hati dan rasa cinta
Lagu Durmo kembali dinyanyikan
Sewaktu kedua mempelai naik kepelaminan
Tanda akan syahnya suatu perkawinan
Saatnya keduanya menguatkan tali ikatan
Lagu Dandang Gulo adalah berikutnya
Cobaan dalam saling memberi jiwa raga
Memberi tanpa mengharap imbalannya
Sebagai bukti akan kuatnya dalam bercinta
Lagu Giriso menempati tempat istimewa
Kadang terasa risi dan cemas didalam dada
Apakah betul-betul anaku bahagia
Apakah terpenuhi kebutuhan hidupnya
Lagu Pangkur diciptakan untuk manusia
Yang telah mengalami hidup secukupnya didunia
Yang terbuka mata, hidup ini tidak mengumpulkan dunia saja
Suatu waktu akan meninggalkan dunia
Lagu Megatruh mengelu-elukan kedatangan Malaikat
Dimana saat jiwa akan diangkat
Dimana raga ditinggalkan untuk dirawat
Oleh sekalian keluarga dan kerabat
Lagu Pucung dinyanyikan sebagai tanda
Supaya jenazah dimandikan menurut Agama
Dibungkus kain kafan dari kaki ke ujung kepala
Tanda bahwa pulang itu tidak membawa apa-apa
Lagu Wirangrong adalah lagu penutup
Usailah masa hidup
Wirang artinya mengerti atau tahu cara hidup
Rong artinya lubang kubur dimana riwayat ditutup
MangSi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment